Selasa, 22 Januari 2013

RDPU Komisi I DPR Mastel APJII BRTI dan jajarannya

RDPU Komisi I DPR
Tadi pagi Selasa, 22 Januari 2013 (RDPU dimulai jam 10:00 ) , setelah penjelasan narasumber Mastel, APJII dan tim ahli/pakar pada  Open Hearing ( Rapat Dengar Pendapat Umum/Terbuka)RDPU  Komisi I DPR, dimana  Komisi I secara bulat menerima concern/keprihatinan dan penjelasan narasumber dan memberikan komentar sbb:
Mastel APJII BRTI Komunitas Telematika
     Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Tantowi Yahya: Sangat paham mengenai apa yang terjadi di industri dan menanggap bahwa telah terjadi salah pengertian oleh kejaksaan , sehingga menurut beliau tuntutan jaksa semestinya batal demi hukum. Beliau cukup prihatin dengan apa yang terjadi dan menambahkan telah terjadi double standard, misalnya ketika terjadi kasus pencurian pulsa telekom, tersangka diproses tidak dengan P21 tapi dengan P19, sedangkan kasus Indosat ini langsung P21 dan tersangka yang kemungkinan tidak melakukan tindakan melanggar hukum malah  ditetapkan dengan sangat singkat sebagai terdakwa.
     Beliau juga mengerti konsekwensi dari tuntutan kejaksaan ini menjurus pada kriminalisasi industri karena ada pihak pihak yang menjadi tersangka
dan dianggap telah melanggar hukum (kriminalisasi) dengan melakukan korupsi, padahal tidak ada yang dikorupsi dan semua kewajiban sudah dijalankan oleh  para pihak Indosat dan IM2 sesuai dengan UU yang berlaku (UU Lex specialis UU 36/1999) dan semua turunannya baik PP, PM dst...
     Akibatnya industri akan menderita dan Indonesia semakin terpuruk dimata Internasional karena ketidak pastian hukum yang terjadi karena satu kementerian tidak sejalan dengan institusi pemerintah yaitu penegak hukum (kejagung), jadi yang terjadi bukan persaingan bisnis tapi persaingan antara institusi didalam pemerintah RI sendiri.
Pendapat pak Tantowi Jahya diterima oleh rekan rekannya Anggota Komisi I dengan beberapa komentar tambahan seperti ibu Evita, bapak Hayono Isman, bapak Guntur, bapak Cahyo Kumolo dan rekan anggota Komisi I serta juga pimpinan sidang Komisi I (bapak Ramadhan Pohan) dan rapat ditutup setelah mendengarkan semua tanggapan dari narasumber dan juga dari beberapa anggota Komisi I yang hadir.
Anggota Komisi I ibu Evita meyangkan kasus menuju P21 sangat cepat dan komunitas Telematika serasa agak terlambat untuk dapat menahan agar kasus ini ini tidak menjadi yang seperti sekarang, sehingga timbul pertanyaan apa yang terjadi sehingga proses hukum ini berjalan begitu cepat, sehingga terjadi kriminalisasi salah satu anggota
komunitas Telematika bapak Indar sebagai terdakwa (P21) sedangkan banyak kasus malah belum jelas seperti kasus Pulsa yang disebut pak Tantowi.
Ibu Evita berharap Mastel dan komunitas Telematika lebih proaktif menempuh berbagai cara yang lebih efektif, daripada sekedar mengirim surat ke berbagai
instansi seperti menulis surat ke Presiden, KeKomisi Kejaksaan dll.
Pak Setyanto menambahkan semangat dari lagu Bondan Prakoso Fade2Black Tak terkalahkan... agar kita semua stakeholder dan Masyarakat Telematika bersatu untuk menang dan tak terkalahkan.
    Sebagai tindak lanjut dari tanggapan pak Guntur, Komisi I berencana akan mengundang Kejagung dan tim ahli mereka dan juga BPKP sekitar minggu depan untuk mendengarkan both side of the story, meskipun semakin banyak keanehan2 yang disinyalir dan perlu ditanyakan minggu depan.
    Demikian dari sidang Komisi I dan narasumber yang hadir adalah Ketua Umum Mastel (Dr Setyanto P Santosa) dan jajarannya, Ketua APJII ( pak Sammy) dari saksi ahli mendengarkan penjelasan saksi ahli dari Prof Agung Harsoyo dari ITB, pak Nonot Harsono dari BRTI/KemKominfo  dan bapak Edmon Makarim dari UI.

Tim Sekretariat membuat dokumen Kata Pengantar yang dibacakan oleh Ketum Mastel pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi I DPR RI mengenai kasus penggunaan jaringan bergerak seluler 3G PT Indosat pada frekwensi 2.1Ghz oleh PT IM2.



Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Tantowi Yahya memberikan tanggapan yang sangat positif kepada Komunitas dan beliau minta agar komunitas dan stakeholdernya berusaha mencari kebenaran dari kasus ini agar kita terhindar dari Kriminalisasi Industri oleh dakwaan dari Kejagung dan terhindar dari kecaman dunia Internasional jika kasus ini mengglobal.




















Bu Evita mengharapkan agar komunitas proaktif dan mencari langkah agar dapat menghindari Kiamat Internet dan Kriminalisasi dari Industri Telematika di Tanah air.





=====
Komentar Dari diskusi di milis APW, Telematika, Mastel:
------------
Rekan milis
Yah itu memang keanehan yg kami bicarakan pada saat lunch setelah RDPU kenapa ada kasus
yang bisa ngebut dan seperti ada jalan tol tanpa hambatan mencapai P21...tapi ada yang
sulit sekali... jalannya banyak hambatan.. ngak sampai sampai mandeg karena berkasnya
nyangkut dan ngak pernah lengkap dari jaksa ke polisinya...
Ini yg kemudian istilahnya double standard di proses penegakan hukum di republik ini.
Bagi yg pernah mengalaminya bukan hal yang aneh memang...

Memang setelah P21, DPR pun ngak bisa berbuat banyak... kecuali Presiden dan sepertinya
memang sebelumnya beberapa kasus Top ten telah dilaporkan ke bapak Presiden oleh
Kejagung salah satunya adalah kasus Rp 1.3 T nya Indosat ini.
Perjuangan menjadi repot karena statusnya sudah capai tingkat P21 ini

mengenai saksi ahli... memang ada banyak macam yang namanya ahli... ada yg melihat dari sisi positif maupun dari sisi
negatif... 
Pada akhir sidang memang saksi ahli dari Kejagung juga akan dipanggil dan kita lihat bagaimana cara pandang saksi ahli versi Kejagung ini minggu depan.
Keanehan sebetulnya kasus ini lex specialis menggunakan UU 36/1999 dan turunannya sudah cukup dan ahlinya tentu PPNS Kominfo.
Masak soal Telekomunikasi Kejaksaan lebih hebat dari yang ahli disektornya yaitu Kominfo dan BRTI... Masak selama satu dekade..jika memang ada korupsi dan penyalah gunaan wewenang atau ijin... regulator di sektornya ngak tahu...dan yang tahu Kejaksaan Agung... ini khan keanehan - keanehan yg timbul dalam diskusi kemarin pada sela sela RDPU.
Apalagi seperti kami APW, sejak adanya UU 36/1999 bersama Mastel (ketika itu almarhum Soekarno Abdulrachman sebagai ketua umum Mastel) kita ikut proses , diskusi, hearing terbitnya banyak PP, KM, PM dll...  dan konsisten berbisnis sekitar sharing frekwensi, apa iya korupsi seperti ini bisa undected selama 10 tahun lebih sejak tahun 1999 hingga 2013 di bisnis Telekomunikasi dan Internet, dimana semua pihak termasuk ribuan warnet menggunakan sharing frekwensi, peralatan dengan prinsipalnya.
Jika Warnet memang tidak perlu mengurus ijin seperti ISP dan IM2, karena menurut salah satu peraturannya warnet bisa ikut ijin dari prinsiplenya selaku reseller , jadi kepanjangan tangan dari operator atau ISP , apakah itu menggunakan teknologi wireline (ADSL, Fiber), wireless (VSAT, 3G/4G, WLAN) memberikan pelayanan kepada masyarakat. Apa iya kemudian tiba tiba Kejagung bisa men detect bahwa terjadi korupsi disini ?
 
itulah diskusi yg terjadi kemarin.
salam,rr - mastel / apw
---
From: "henkmahendra@yahoo.com" <henkmahendra@yahoo.com>


" Integritas " para hakim tipikor sedang menghadapi ujian lahir dan batin.

Publik dan terutama wartawan harus mau jujur bahwa "tidak semua" tersangka tipikor memang "harus disidik+dituntut+didakwa+dipidana seberat2nya" ... Bahwa ada kasus tipikor dimana terdakwa memang layak diputus "bebas murni" oleh pengadilan tipikor.

Pelajaran amat bagus untuk publik dan terutama wartawan bahwa salah besar untuk beropini bahwa "semua terdakwa tipikor" harus diputus bersalah dan dipidana dengan "hukuman yang dituntut oleh jaksa tipikor" atau lebih berat.

HM
----
From: "Ardi Sutedja K." <asutedjak@yahoo.com>
Pemain binun, regulator binun, kejaksaan menderita 'split personality' dan akhirnya penonton ikut binun. Nanti ada sinetron yg judulnya ”binun”.

Ardi
---
From: "henkmahendra@yahoo.com" <henkmahendra@yahoo.com>

Komisi Kejaksaan sedang pusing 1001 keliling untuk mengusahakan everybody win everybody solution ... Padahal sudah jelas "penyidikan dan penuntutan tipikor" di kasus ini memiliki muatan probabilitas yang amat signifikan berstatus "rekayasa penyalahgunaan kewenangan" ;)
Tiada tindak pidana yg lebih biadab daripada mempidanakan pihak2 yang tidak melakukan tindak pidana!
" Menepuk Air di Dulang, Pasti Terpercik Muka Sendiri! " :D
HM
----------
From: "Mann Sulaeman" <arachman2k@yahoo.com> 
Udah jelas aturannya:
Dijelaskannya, padahal Menkominfo Tifatul Sembiring selaku regulator di bidang telekomunikasi telah   menegaskan IM2 tidak menggunakan frekuensi dan tidak perlu membayar Rp 1,3 triliun.

Apalagi, dalam UU Telekomunikasi No 36/99 telah dinyatakan regulator di bidang telekomunikasi adalah Menkominfo sebagai penanggung jawab telekomunikasi di Indonesia yang memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan, pengawasan, dan pembinaan.

Selain itu juga ada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang  bertanggungjawab di bidang telekomunikasi diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
Maka pihak Indosat sudah optimis:
“Kita optimistis memenangkan perkara ini. Di mata pemegang saham ini juga sebenarnya No Case (Tidak ada kasus) karena Indosat sudah menjalankan bisnis sesuai hukum yang berlaku di Indonesia,” tegasnya.
Yg jadi pertanyaan kenapa bisa sampai berlarut x2 ?
 
----
From: Ahmad Hazairin <don_febi@yahoo.de>

Von: Mann Sulaeman <arachman2k@yahoo.com>
Yg jadi pertanyaan kenapa bisa sampai berlarut x2 ?
From: Ahmad Hazairin <don_febi@yahoo.de>

Karena kasus hukum yang sudah P21 tidak bisa ditarik/dibatalkan prosesnya, jadi memang harus 'berlarut' sampai keputusan hakim/vonis
turun. Makanya kalo kasus di masyarakat, penyidik polri suka memainkan status P21 ini untuk tawar menawar. Jaksa juga suka diikutkan dalam proses tawar menawar. Kalo tawaran bagus, maka proses akan dihambat atau dibatalkan (tidak P21). Kalau sudah P21 mau nego maka bisa bangkrut karena biayanya besar sekali, menyangkut ke jaksa, hakim dan panitera semuanya. Kalo belum P21, biasanya hanya dana untuk penyidik polri dan jaksa, kalo sudah berkoordinasi dengan jaksa, kalo belum ya cukup dana untuk polri saja.

Salam
Febi
On Behalf Of fik_ahmad@yahoo.com
i lumayan.... Mudah-mudahan..... Yang saya bingung sekarang, apakah ada orang telekomunikasi yg jadi saksk ahli.... Jangan2 ada lho....

----

Tidak ada komentar: