Jumat, 31 Mei 2013

Tuduhan korupsi Rp 1.358 T. Jaksa terhadap Dirut IM2 dan Indosat sepertinya tidak riil ?

Berita di Koran Tempo 31 Mei 2013 : Mantan Dirut IM2 dituntut 10 tahun penjara dan menurut Jaksa Fadil Sumhana saat membacakan tuntutannya dipengadilan Tipikor bahwa "Terdakwa terbukti korupsi.... PT Indosat dan PT IM2 membayar uang pengganti Rp 1.358 T" ... aneh kenapa PT Indosat yg sudah bayar lelang , upfront fee dan  BHP frekwensi harus juga ikut tanggung lagi denda ini ?
Juga apa benar negara dirugikan Rp 1.358 T... apa iya ada aliran dananya jika memang dirugikan ? atau hanya berandai andai saja seperti analisa dibawah ini dan diskusi yang berkembang dimilis APWKomitel@yahoogroups.com

----
Subject: Re: [Telematika] aneh ?[APWarnet] Re: Nyali KPK untuk ambil alih kasus dari Kejakgung ± 0.001 % ? Re: dari merdeka ...Indar Atmanto tertunduk lesu... saat Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutnan


Pak Syamsyu yang lebih ahli soal hukum dan pengadilan dan pak Heryadi dari APJII, pak Henk, pak Ardi serta pak Rudi dari BPKP:

Apakah sebuah tuntutan korupsi bisa dilakukan jika ternyata jumlah yang ditenggarai di korupsi sebesar Rp 1.358 Triliun ternyata hanya berdasarkan asumsi dan berandai andai dan ternyata memang tidak ada aliran dananya (fiktif khan )?

Karena menggunakan asumsi jika IM2 (anak perusahaan) mengikuti tender frekwensi dan memiliki ijin jartel dan bayar upfront fee serta BHP seperti yang dilakukan oleh Indosat (holdingnya).

Sepertinya kok tidak bisa karena semuanya bersifat asumsi dan tidak terjadi transaksi tersebut pada kenyataannya (fiktif) dan kerugian negara juga tidak ada  sebetulnya (fiktif) juga khan ?

Jika IM2 dituduh korupsi karena menggunakan frekwensi melalui PKS dengan Indosat dan harus bayar denda Rp 1.3T...maka bisa berandai andai bahwa  semua warnet, ISP dan pelanggan Indosat lainnya juga bisa dikenakan tuduhan korupsi denda Rp 1.3 T karena juga memanfaatkan frekwensi untuk berkomunikasi dan Internet.
Bagaimana pandangan teman teman
salam, rr - apw/ mastel
----
From:
"rrusdiah@yahoo.com" <rrusdiah@yahoo.com>
\Subject: Re: [Telematika] aneh ?[APWarnet] Re: Nyali KPK untuk ambil alih kasus dari Kejakgung ± 0.001 % ? Re: dari merdeka ...Indar Atmanto tertunduk lesu... saat Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutnan

Rekan Milis Telematika:

Setuju pak fik,

Aneh memang dan Semestinya tuntutan jaksa lemah sekali karena baru berdasarkan audit BPKP dan kami sendiri baru mengerti kenapa kok BPKP ketika diminta audit kerugian negara, cuma berdasarkan perhitungan data kejagung (dari kasus di Kejaksaan Tinggi Jabar dan malah pelapor kasus dipidana 16 bulan ?) ,   yaitu menggunakan sumber data lelang frekwensi yg ketika itu hanya diikuti oleh pemilik ijin jaringan (jartel) Indosat, XL dan Telkomsel serta berandai2 seandainya IM2 yg cuma punya ijin jastel juga ikut, maka diasumsikan mungkin bayarnya (upfront fee frekwensi 2.1Ghz dan BHP) sama dengan Indosat yaitu Rp 1.358 Triliun.

Mengapa BPKP harus pakai data  asumsi (atau seandainya) ,  karena:
1. seandainya BPKP mau mencari kerugian negara karena pemakaian frekwensi oleh kerjasama PKS IM2 dan Indosat, yah tidak akan ada kerugian satu sen pun, karena pemakaian frekwensi memang sifatnya sharing dan tidak ada frekwensi yang hilang karena IM2 menggunakan frekwensi Indosat 2.1Ghz pita yang 5 Mhz tersebut :-)
Jadi tidak mungkin ada kerugian satu sen pun jika metode ini dihitung :-)
cmliiw
maka metode yg digunakan adalah seandainya IM2 ikut lelang dan seandainya bayar sama dengan Indosat upfront fee sebesar Rp 1.358 T. :-)
Namun realitasnya IM2 tidak ikut lelang dan memang tidak punya ijin penyelenggara jaringan (Jartel).

2. seandainya BPKP mencoba menghitung kerugian negara dengan melakukan audit laporan keuangan IM2 maka kabarnya omset IM2 hanya tiap tahun Rp 400 M, sehingga biaya penggunaan frekwensinya tentu jauh dibawah angka ini dan aset IM2 pun dibawah angka Rp 1T, jadi jika ada IM2 dituduh korupsi Rp 1.35 T kemana angka ini harus didebitkan pada laporan keuangan IM2 ?
Artinya cara perhitungan ini akan jauh dari angka Rp 1.35T seandainya ada.

3. Seandainya BPKP mencoba menghitung kerugian dengan melakukan audit ke Kementerian Kominfo selaku regulator dan dari pasal sangsi dari UU Telekomun
dan turunannya (PP dan PM) maka juga tidak diketemukan kerugian karena memang Indosat punya ijin jartel/jastel, pemenang lelang;tender frekwensi  2.1Ghz dan IM2 punya ijin jastel dan baik IM2 maupun Indosat sama melakukan PKS secara legal untuk kerjasama memanfaatkan frekwensi yang dimiliki oleh Indosat, seperti halnya warnet, masyarakat juga punya PKS atau perjanjian sebagai pelanggan dengan Indosat.

Jadi karena semua berdasarkan asumsi, maka tuntutan jaksa semestinya tidak ada dasar kerugiannya dan terbukti jelas bahwa pengadilan PTUN juga menyatakan bahwa audit BPKP di Indosat tidak sah dan cacat hukum (lihat hasil PTUN).

Bagaimana menurut teman teman dimilis ?
Setujukah jika sebetulnya tidak ada kerugian negara yg timbul karena PKS IM2 malah yang ada adalah keuntungan negara dari pajak yang dibayar oleh IM2 sebagai transaksi bisnis kerjsama tersebut.

Semoga majelis hakim mempunyai jalan pikiran dan paradigma yang sama dan tidak mengabulkan tuntutan jaksa. Demikian pandangan kami silahkan di share dan ditanggapi.

salam, rr - apw/ mastel
---

From:
"fik_ahmad@yahoo.com" <fik_ahmad@yahoo.com>
To: Telematika@yahoogroups.com
Pak RR jangan salah, keduanya menggunakan Tipikor betul....

Tapi penyidik dan jaksanya beda lho. Kasus yang disidik KPK, bukannya jaksanya juga dari KPK kan. Dan hasilnya 100 persen terbukti.

Kasus di Kejaksaan, penyidik dan jaksanya dari kejagung pak.

Hakimnya saja yang sama2 tipikor...

Salam
Taufik 
From: rrusdiah@yahoo.com Date: Thu, 30 May 2013 18:05:50 -0700 (PDT)
To: APWKomitel@yahoogroups.com<APWKomitel@yahoogroups.com>

dear all:
1. saya kok melihat KPK hanya proses awal utk mengumpulkan bukti dan saksi...ketika sidang biasanya  selalu di pengadilan Tipikor dimana mewakili pemerintah Indonesia adalah jaksa, karena perkara dianggap korupsi...sama seperti masalah daging, merpati, hambalang, bual semuanya di pengadilannya tipikor yang sekarang juga dipakai untuk pengadilan Indosat.
Jadi dalam hal ini sudah benar jika pengadilannya di pengadilan tipikor ... cuma kenapa awalnya tidak di KPK...kok langsung oleh Kejagung dari awal sebelum ke Tipikor. kemana KPK waktu itu ?

2. Kenapa kok masalah tidak ada setoran frekwensi karena dianggap sharing ini kok menjadi masalah pidana...semestinya ini khan masalah perdata ?

3.  Kenapa peranan jaksa mengambil alih peranan Kominfo sebagai regulator yang semestinya menjadi regulator dan pengawas masalah teknis telekomunikasi seperti frekwensi dan pembayarannya ?
Apakah ada kaitannya kasus awal dimana ada seorang tertangkap di Bandung karena pemerasan dan dipidana 16 bulan penjara, kemudian berkasnya di ambil alih oleh Kejagung dan Jaksa serta Hakim begitu ambisius dan konsisten dari awal dengan tuduhan adanya tipikor,  seakan tidak ada lagi praduga tak bersalah dan semua kesaksian tidak ada yg dipertimbangkan ?  cmiiw...  and why ?

4. Semestinya fokus saja pada UU Telekomunikasi dan Turunannya PP, PM, KepDirjen, Kontrak/MOU Indosat dst... bukan UU Tipikor yang menjadi dasar tuntutan

5. Pengadilan PTUN juga sudah menyatakan Audit BPKP di Indosat adalah tidak sah dan cacat hukum, artinya barang bukti audit ini semestinya sudah tidak boleh dipakai lagi oleh Kejagung dan pengadilan Tipikor tapi tetap saja dipakai ?
Gimana pandangan pak Rudy dari BPKP ?
Banyak yang Aneh dalam kasus ini... masalah teknis persepsi mengenai frekwensi harus bayar atau tidak menjadi masalah korupsi, bagaimana menurut teman teman milis.

salam prihatin, rr - apw/ mastel

From: "henkmahendra@yahoo.com" <henkmahendra@yahoo.com>

 
Hehehehehe Pak Edy Surya tajam analisa realitasnya ;)

"KPK tidak pernah salah ± harga mati!" merupakan motto (sesuai dgn paradigma Prof Dr Mahfud MD) yg layak dipertimbangkan untuk memberikan 'efek menakut2i massal repressif untuk preventif' masa kini ;)

Gak salah juga sih kalau ada yg berpendapat bahwa KPK ± Komisi para nabi pemberantas korupsi :D

HM

Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone

From: EdySurya@GMail.com
Subject: Re: [eGovIndonesia] Nyali KPK untuk ambil alih kasus dari Kejakgung ± 0.001 % ? Re: dari merdeka ...Indar Atmanto tertunduk lesu... saat Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutnan

 
Mending kasus Indar dipegang oleh kejaksaan, agar ada kemungkinan Indar bebas.Kalau dipegang KPK malah lebih gawat, karena KPK selalu menggunakan doktrin Ospek yg terdiri dari 2 ayat:
1.KPK tidak pernah salah
2.Kalau KPK berbuat salah lihat ayat 1

From: henkmahendra@yahoo.com
Subject: [eGovIndonesia] Nyali KPK untuk ambil alih kasus dari Kejakgung ± 0.001 % ? Re: dari merdeka ...Indar Atmanto tertunduk lesu... saat Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutnan

Memangnya KPK punya nyali untuk mengambil alih kasus ini dari kejakgung?

Ini pertanyaan retorik introspektif terkait dengan "bagaimana" KPK sebenarnya ;):D wakakakak

HM 
From: "Mann Sulaeman" <arachman2k@yahoo.com>
Sender: Telematika@yahoogroups.com
Date: Thu, 30 May 2013 20:45:24 +0800

 
Kalau korupsi aturannya bukannya ditangani KPK ? Mestinya kasus ini bisa batal demi hukum karena tidak ditangani KPK.
 
To: apwkomitel@yahoogroups.com; mastel-anggota@yahoogroups.com; telematika@yahoogroups.com
Subject: [Telematika] dari merdeka ...Indar Atmanto tertunduk lesu... saat Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutnan
 
 
gimana hati nurani teman teman dimilis. membaca berita dibawah ini ... salam prihatin, rr - apw/ mastel
 

Indar Atmanto tertunduk lesu, saat Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutannya. Raut muka kekecewaan tergambar dari senyumnya yang kecut mendengarkan tuntutan jaksa yang dibaca bergantian.

Sesekali dia mengkerutkan dahi, terutama pada saat jaksa membacakan keterangan teknis yang menurut Indar salah dan bertolak belakang dari kenyataan yang sebenarnya.

"Aneh...," begitu jawabnya pendek saat merdeka.com menghampirinya. Sejumlah rekannya di Indosat dan industri telekomunikasi tampak memberikan dukungan kepadanya dengan menyalami Indar dan meminta agar Indar bersabar.

Ya, Indar Atmanto, mantan Dirut Indosat Mega Media (IM2) itu dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta dari Rp 1,358 triliun yang dianggap jaksa merupakan kerugian negara. Sisa dari nilai kerugian negara tersebut ditanggungkan kepada pihak korporasi Indosat dan IM2.

Sambil sedikit berkaca-kaca Indar berkali-kali menyayangkan jaksa yang tidak memakai fakta-fakta di persidangan.

"Ada sidang tapi seperti tak pernah ada sidang bila jaksa akhirnya memakai bukti di BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Semua tahu kalau BAP itu di bawah tekanan. Lalu apa gunanya persidangan selama 6 bulan ini bila akhirnya jaksa tidak memakai fakta-fakta yang ada di dalamnya," keluhnya.

Indar menilai jaksa sudah menggunakan asas praduga bersalah sejak awal sehingga apapun hasil dan fakta di persidangan, tetap saja jaksa menyalahkannya.

Praktisi hukum Sulaiman Sembiring mengungkapkan jaksa juga seharusnya tak memakai bukti dari BPKP yang nyata-nyata sudah dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Pengaruh kasus Indar juga sangat dirasakan oleh industri terkait, yaitu penyelenggara jasa Internet Indonesia atau Internet Service Provider (ISP). Karena bagaimana pun, bila kasus IM2 dan Indosat ini lolos maka 280 ISP lainnya pun bisa kena getahnya.

Indar mengungkapkan di persidangan pekan depan, pihaknya akan menyampaikan pembelaan yang intinya akan membeberkan fakta-fakta di persidangan.

"Jaksa Penuntut Umum itu sebenarnya tidak harus memberikan tuntutan, karena hal itu juga pernah diungkapkan Jaksa Agung Basrief Arif. Semoga saja masih ada keadilan di negeri ini, hanya Tuhan yang tahu," tuturnya.