Selasa, 15 Januari 2013

DPR Komisi I dan Kasus Indosat lanjutan Kiamat Internet

Direksi Indosat, IM2 dan anggota komisi  I DPR
      Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara jajaran Direksi Indosat (Dirut Alex Rusli, CFO nya, jajaran direktur ), IM2, Kominfo/BRTI dengan DPR Komisi I berlangsung Januari 15 , 2013 jam 14:00. Dibawah ini adalah sharing kami yang sempat mengikuti dari apa yang kami tangkap, semoga berkenan.
Sepertinya memang RDP penting karena banyak diantara anggota DPR yang memang sepertinya belum jelas mengenai kasus tuntutan oleh Kejagung terhadap Indosat dan IM2 mengenai sharing (penggunaan frekwensi bersama oleh Indosat dan IM2) seperti dibawah ini.
bagaimana penggunaan jaringan & frek 2.1Ghz
     Bu Evita sempat mempertanyakan status Indosat, IM2 sebagai penyelenggara telekomunikasi di Indonesia, dan kerjasamanya.
Yang kemudian dijawab bahwa Indosat adalah Penyelenggara Jaringannya dan IM2 adalah Penyelenggara Jasa Internet seperti ISP yang lain, dimana menurut UU bahwa penyelenggara jaringan harus memberi layanan kepada penyelnggara jasa layanan kepada masyarakat jika diminta dan tidak boleh menolak. Atas dasar itu sebetulnya kerjasama Indosat dan IM2 adalah sah berdasarkan PKS, karena para pihak mendapatkan ijin dari Menteri (Kominfo), Indosat sebagai penyelenggara jaringan dan IM2 sebagai penyelenggara jasa layanan internetnya.

Add caption
   Indosat juga memenangkan tender frekwensi 2.1Ghz dan mendapatkan lisensi untuk penyelenggaraan jaringan memanfaatkan frekwensi 2.1Ghz itu untuk keperluan publik dan sudah memenuhi kewajibannya membayar upfront fee diatas Rp 1 Triliun (BHP Frekwensi).
   IM2 juga sah karena memiliki lisensi sebagai penyelenggara layanan Internet untuk publik (pelanggannya) untuk membuat PKS (perjanjian kerjasama) dengan penyelenggara jaringan dalam hal ini adalah Indosat sesuai dengan UU Telekomunikasi, dimana IM2 dapat menggunakan jaringan (tower, bts, router dst) serta tentu memanfaatkan frekwensi 2.1Ghz  dengan membayar BHP Jasa dan USO kepada pemerintah, sama seperti 'you and me' memanfaatkan frekwensi 2.1Ghz (2/3G) ponsel dengan Indosat atau Telkomsel atau XL.
    Jadi tuntutan Jaksa bahwa IM2 belum membayar kewajiban up front fee frekwensi 2.1Ghz sebetulnya aneh (ridiculous), apakah kita juga menggunakan ponsel harus membayar kewajiban up front fee yang sudah dibayar oleh penyelenggara jaringan atau operator telkom (ponsel) seperti Indosat, Telkomsel atau XL.
Anggota DPR Bapak Effendi atau akrabnya dipanggil Gus Choi melihat frekwensi seperti sesuatu yang tidak kelihatan, ghoib kata beliau, jadi perlu penyelasan lebih detail dan pertemuan tambahan agar mendapatkan persepsi dari staff ahli baik Kominfo, Mastel, BRTI dan juga staff ahli dari Kejagung mengenai ranah publik (resources - kekayaan negara) yang terbatas  ini untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Beliau juga heran dengan kasus ini namun perlu memanggil semua pihak termasuk pihak Kejagung karena jika ada asap tentu ada apinya...ini menurut beliau.
    Banyak anggota DPR yang heran karena kenapa dua intansi pemerintah yang satu Kejaksaan dan yang satu lagi Kominfo bisa berbeda pendapat mengenai kasus Indosat ini dimana pihak Kejaksaan melihat telah terjadi penyalahgunaan frekwensi oleh IM2 yang merugikan negara Rp 1.3T sedangkan dari Kominfo menganggap sharing atau penggunaan frekwensi dan jaringan Indosat (tetap milik Indosat) untuk PKS oleh IM2 adalah sesuatu yang umum, seperti halnya kita sharing frekwensi 2.1Ghz untuk berkomunikasi 2/3G  diponsel kita. Jadi aneh jika ada dua ekstreem opinion mengenai kasus Indosat IM2 ini antara dua lembaga pemerintah.
      Ada juga yang menanyakan mengenai laporan BPKP, apakah BPKP mempunyai wewenang untuk melakukan audit ini ? Kemudian jika BPKP mengatakan telah melakukan audit sedangkan Indosat sendiri merasa tidak pernah dilibatkan atau diperiksa pembukuannya , kemudian bagaimana kredibelnya audit BPKP ini, jika ini benar ?  Sehingga beberapa anggota DPR menanyakan kenapa Indosat tidak mempertanyakan laporan audit BPKP ini dan bagaimana statusnya serta minta agar pertemuan selanjutnya BPKP juga diundang untuk RDP yang lebih detail dan menjelaskan dari sisi BPKP? Kemudian dijawab oleh direksi Indosat bahwa memang laporan BPKP ini sudah diajukan ke PTUN khan.
    Demikian yang dapat kami sharing dari pertemuan RDP antara Indosat, IM2 dan DPR Komisi I dan akan dilanjutkan dengan pertemuan yang akan datang.
    Setelah RDP ditutup, kami sempat bincang bincang dengan teman dari Indosat bersama banyak teman teman dari media dan yang masih misteri buat kami (APW) dan sudah sering kami tanyakan di milis adalah berapa sih revenue IM2 kok bisa bisanya ditenggarai ada penyelewengan sebesar Rp 1.3 Triliun, karena buat kami dari APW uang sebesar Rp 1.3 Triliun sangat besar dan ini kasus kelas kakap dinegara ini kalau benar angka yang fantastis ini.
    Akhirnya kami mendapatkan jawaban bahwa revenue IM2 hanya Rp 300 Miliar dan assetnya kurang dari Rp 1Triliun, mungkin sekitar Rp 800 miliar :-)
banner dari rekan2 di FB
    Jadi konyol juga jika revenue cuma Rp 300 miliar lalu dituduh menyelewengkan uang negara sebesar Rp 1.3 Triliun dari mana ?
Aneh juga semestinya BPKP ketika audit khan menggunakan accounting principal debit dan kredit serta memeriksa accounting laporan neraca rugi laba
 IM2 khan ? Jika omsetnya saja cuma Rp 300 miliar bagaimana bisa melakukan korupsi atau merugikan negara sebesar Rp 1.3Triliun. Menggunakan Prinsip debit kredit  kemana didebutkan Rp 1.3Triliun jika Omset Penjualan hanya Rp 300 miliar setahun. JIka alasannya komulatif selama 5 tahun juga tidak mungkin khan ? Kemudian jika asetnya dibawah Rp 1 Trilliun sedangkan dendanya diatas Rp 1 Triliun bagaimana cara membayarnya, dan bisa mengakibatkan pailit jika ini dibenarkan ? Memang aneh kadang tuduhan tuduhan penegak hukum kadang angkanya terlalu fantastis dan absurb... kemudian pertanyaannya sampai berapa kredibelnya audit oleh instansi pemerintah kita ini ?
Demikian sharing dari pertemuan RDP dengan Komisi I DPR. salam, rr - APW
===========
Lanjutan dibawah adalah diskusi di milis Mastel dan APW:
-------------------------
pak setyanto dan bu risar ysh:
    Betul memang bu Evita menanyakan 3x... pertama status penyelenggara /bisnis dari Indosat dan IM2, kemudian beliau tanya soal apakah kerjasama atau profit sharing, karena kata beliau kejagung mungkin mengarah pada profit sharing. 
    Jawaban Indosat menggunakan analogi tanah yg dibangun mall, kemudian dijawab bahwa analogi tanah tidak relevan karena frekwensi ini memang resources tapi ini adalah ranah publik yang terbatas dan seperti diblog oleh pak Gus choi dikatakan seperti media yg tidak ada tapi ada...jadi ghoib kata beliau.

Seperti ditulis di blog kami... memang ada PKS antara Indosat dan IM2 dan kedua pihak ini semua sudah memenuhi ketentuan perijinan, lisensi sebagai penyelenggara jaringan utk Indosat dan jasa internet (ISP) untuk IM2 dan karena sudah bayar BHP jastel serta USO maka semua proses di PKS ini legal (tentu juga bayar PPN dan pajak lainnya... karena Indosat khan perusahaan go publik) artinya PKS ini legal.


    Sebetulnya dalam dunia bisnis maka kerjasama itu tidak dibatasi harus kerjasama ataupun profit sharing, tergantung yg ditulis di PKS dan karena semua media, resources (jaringan, frekwensi sudah dibayar upfront feenya oleh pihak yg memiliki lisensi penyelenggara jaringan) yah PKS nya legal... bisa saja bentuk profit sharing atau pun kerjasama apa bedanya dilihat dari kacamata bisnis, yang penting adalah semua kewajiban pajak, lisensi, perijinan semuanya sudah dibayar dan semua proses transparan.
    Begitu menurut kami, jadi tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan oleh PKS ini, bahkan:
1. negara terima penerimaan besar dari upfront fee lebih besar dari Rp 1 Triliun.
2. negara menerima BHP jastel dan USO untuk semua transaksi dari IM2.
3. masyarakat mendapatkan layanan internet dari ISP ISP yang memanfaatkan penggunaan frekwensi ini termasuk Warnet dan juga masyarakat menikmati penggunaan frekwensi 2.1Ghz untuk berkomunikasi dengan ponselnya atau jika memiliki sarana GPRS/ HSDPA (2G/3G)  bisa berinternet ria.... kurang apa lagi yang diharapkan pemerintah ?
Jadi apa dasar mengatakan negara dirugikan Rp 1.3 T atau lebih ?
dan apa pula dasar dari kerugian yg ditulis pada laporan audit BPKP, jika omset penjualan (Revenue) IM2 tidak lebih dari sekitar Rp 300 miliar dan aset tidak lebih dari Rp 1T...gimana bisa merugikan negara dan tidak setor Rp 1.3Triliun...  absurb menurut kami dari APW dan ini merupakan ancaman bagi kerjasama serupa baik ISP dan Warnet serta masyarakat pengguna frekwensi 2.1Ghz untuk ponselnya dimasa mendatang ?

salam, rr - apw/ maste
---------------------------
lFrom: "risargati@yahoo.com" <risargati@yahoo.com>

Menambahkan penjelasan Fajar, nanti disiapkan QnA dari hasil pertanyaan tadi utk bahan Mastel, apjii n kominfo.
Utk ilustrasi yg perlu diubah:
- Tanah negara, digunakan utk membangun perumahan rakyat. Rumah2 tsb dijual kepada rakyat ... Memang tadi contohnya dianggap terlalu borjuis mungkin. Nahhh. Bu Evita mau bilang apa lagi ya ... Kalo gak setuju berarti tidak setuju dg prinsip penyediaan rumah murah bagi rakyat .... :)
Sent from my BlackBerry® 
------------------------
From: Fajar Aji Suryawan <fajaraji@gmail.com>

Pak SPS,
Bu Evita memang mempertanyakan hal tersebut karena memang struktur PKS Indosat - IM2 kalau dibaca sekilas demikian. 
Jadi dalam PKS, disepakati bahwa Indosat akan mendapatkan X% dan IM2 akan mendapatkan Y% dari tarif Rp. A per MB. Jadi harga yang disepakati sebenarnya Fixed. Seluruhnya sudah tertulis dalam PKS. Struktur seperti ini untuk mempermudah dalam penyesuaian ketika terjadi perubahan pasar. Para pihak tinggal negosiasi kembali dan mengubah pada angka Rp. A per MB saja. Oleh sebab itu, seperti yang sudah dibaca dalam dakwaan, ada beberapa kali amandemen, masing2 isinya hanya soal mengubah angka Rp. A per MB saja.
Jadi meskipun ada prosentase, tapi pada dasarnya angkanya fixed Pak. Dan yang dibagi juga bukan profit atau Revenue dari pelanggan karena IM2 sebagai penyelenggara jasa yang dapat menetapkan tarif kepada pelanggan sesuai dengan hitungan bisnisnya sendiri.
Tapi memang soal struktur PKS ini tidak ada dalam dakwaan. Dakwaan tetap pada soal menggunakan jaringan vs menggunakan frekuensi. Jadi dalam RDP nanti, Mastel perlu mempersiapkan penjelasan khusus mengenai hal ini Pak.
Meminjam istilah Gus Choi, frekuensi ini barang ghaib, susah menjelaskan. Kami coba pakai perumpamaan juga tidak disepakati karena beda. Ya, namanya perumpamaan kan pasti beda :)

On Tuesday, January 15, 2013, setyanto wrote:
 Terimakasih Pak RR laporan pandangan mata yang komprehensif  mudah dicerna. Saya mendapat informasi juga adanya  pernyataan dari Bu Evita bahwa hubungan Isat dengan IM2 didasarkan pada “profit sharing”, apakah hal ini benar ? Apakah dengan pernyataan ini lebih  memperkuat dakwaan jaksa ? Karena kemarin saat  jaksa membacakan dakwaannya,  saya tidak mendengar istilah ini.  Mungkin ada yang bisa memberikan pencerahan…
Sps
+++


=================
Diskusi disosial network FB mengenai PKS, Profit Sharing atau Sewa Menyewa:
  • Taufik Hasan Judulnya itu lho tendensius: ... permasalahkan PKS bagi untung . 
  • Arif Api dan menurut saya itu bukan DPR yg ngomong, hanya bu evita aja..
  • Taufik Hasan itu lho PKS-nya
  • Arif Api Written by Sulaiman Sembiring
         Melihat dan mendengarkan pembacaan dakwaan oleh tim Kejaksaan Agung pada pengadilan tipikor atas Indar Atmanto dalam kasus Indosat-IM2 pada siding perdana hari ini, semakin jelas ba
    hwa pemahaman tim jaksa penuntut terhadap rezim pengaturan telekomunikasi tampak lemah dan tidak komprehensif.
         Hal itu terlihat dari uraian mengenai UU 36/2009 tentang Telekomunikasi tidak menyinggung secara jelas kerangka perizinan sesuai UU dan aspek pidananya, kecuali semata penjelasan mengenai telekomunikasi sebagai sumber daya alam yang terbatas.
        Hal mana soal tersebut pada dasarnya dimuat di dalam penjelasan UU. Seharusnya tim kejaksaan dapat menjelaskan pasal-pasal yang relevan di dalam batang tubuh UUtermasuk adakah ketentuan pidana pidana yang termuat di dalam UU Telekomunikasi yang dilanggar.
         Selain itu Tim Jaksa penuntut patut diduga tidak obyektif dalam menyusun dakwaannya dengan mengabaikan berbagai fakta-fakta hukum. Hal ini terindikasi dari antara lain misalnya: (1) secara teknis, tidak mungkin ada penggunaan frekuensi bersama sebagaimana dituduhkan, yang sangat bisa dijelaskan dari aspek teknologi; (2) berdasarkan regulasi, Jaksa Penuntut tidak tidak menjelaskan adanya penjelasan resmi oleh Menkominfo Tifatul Sembiring selaku penanggung jawab (regulator) telekomunikasi yang mengatakan bahwa kegiatan penyelenggaran frekuensi PT Indosat atas izin Menteri dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi oleh PT IM2 telah sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan oleh karena itu tidak ada aturan yang dilanggar (Menkominfo mengirimkan surat tersebut ke Jaksa Agung yang ditembuskan ke Presiden, Menkopolhukam, dan Menko Perekonomian, pada tanggal 13 November 2012). Demikian pula penjelasan dari anggota BRTI Nonot Harsono yang sangat detil menjelaskan soal ini.
         Harapannya Majelis Hakim Tipikor benar-benar dapat mengadili kasus ini secara adil di mana salah-satu indikatornya adalah dengan memperhatikan pendapat para ahli Information Teknologi khususnya ahli yang menguasai masalah penyelenggaranan jasa telekomunikasi dan hukum telekomunikasi.(Telkomedia/api)
  • Setyanto Ps @mas Chris, anda benar memang tidak ada kaitannya dengan kasus IM2.. kan yang dituduhkan adalah penggunaan frekuensi tanpa ijin... kita para pengguna HP nantinya bisa digolongkan tanpa ijin karena ijinnya sudah diberikan kepada para operator selular yang menjadi "penyelenggara jaringankita para pengguna HP nantinya bisa digolongkan tanpa ijin karena ijinnya sudah diberikan kepada para operator selular yang menjadi "penyelenggara jaringan".. sedangkan IM2 kan "penyelenggara jasa" seperti ISP lainnya.....Para jaksa tidak mengetahui bahwa saat mereka ber SMS ria atau main BBM mereka pun menggunakan frekuensi..... makanya kalau sakit kita perginya ke dokter, kalau nggak ngerti aturan telekomunikasi ya minta kolega pemerintah yang tahu utk menanganinya yakni Kemkominfo.... jangan ke DUKUN....gitu saja kok repot..
  • Rudi Rusdiah menurut saya sesuatu yang normal jika DPR minta info mengenai PKS, karena memang kasusnya adalah frekwensi 2.1Ghz yang terkait dengan kerjasama Indosat dan IM2.
    Namun jelas baik Indosat maupun IM2 telah menjalankan kewajibannya serta memenuhi semua
    persyaratan perijinan jadi memang juga mempunyai hak untuk menjalanakn bisnisnya melalui sebuah PKS... Ini bisnis as usual, legal dan diatur oleh UU Perjanjian kerjasama dna Kontrak.
     
  • Herman Hermanudin Tambahan saja, sesuai kepmen KM 21 tahun 2001 (yg merupakan turunan atau penjelasan dari uu no 36 thn 1999 tentang Telekomunokasi pasal 5 secara jelas menyebutkan: Ayat 1: dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi menggunakan jaringan telekunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi
    Ayat2: pemyelenggara jasa telekomunikasi dalam menggunakan jaringan telekunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan melalui kerja sama yg dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis.
           Jadi mau bentuk didalam perjanjian mau sewa atau bagi hasil jasa telekomunikasi bisa saja bergantung kedua belah pihak.


1 komentar:

Unknown mengatakan...

- PKS sudah sah, apa lagi???
- Frekwensi 2,1 sdh dibayar, apa lagi?
- Kedua Perusahaan sdh berlisensi, apa lagi?
-kewajiban, upfront fee, BHP, pajak2 sdh dibayar, apa lagi?
- yang mengadukan sdh dipenjara, mau apa lagi?
- Mayoritas masyarakat tidak mendukung tuduhan tsb, mau apa lagi?

* jadi yang ada hanya :
- SIRIK dan SIRIK
Sirik krn Penegak hukum yg lain heboh berprestasi dlm memberantas korupsi
Sirik krn Penegak hukum yg lain heboh berprestasi dalam mengungkap dan memberantas Teroris dan Narkoba
Sirik Penegak Hukum yg lain selalu heboh menjadi sorotan Media TV
Sirik ingin populer juga spt yg lain dgn cara mengandalkan tuduhan tukang Peras berkedok LSM abal2 yg sudah masuk hotel prodeo, sirik ini absurd. Ada juga yg cenderung sirik dengan memberikan kesaksian teknis yg tidak teknis.