Rabu, 16 Januari 2013

ITA Jilid 2 dan Industri Telematika Indonesia

   Dari Rapat Dengar Pendapat dari Komunitas, Asosiasi dengan  Dirjen Kerjasama Industri Internasional Mr. Agus Cahyana dan presentasi dibawah ini mengenai ITA dibawakan oleh pak Hariyanto. Oleh: Rudi Rusdiah - APWKomitel

Apakah itu ITA (Information Technology Agreement) ?

PENANDATANGANAN ITA
ITA ditandatangani pada WTO Ministerial Conference di bulan Desember 1996  di Singapura (13 negara) mempresentasikan 80% perdagangan dunia dan mulai berlaku tahun 1997. Jadi ITA adalah bagian dari kegiatan WTO yang sudah berlangsung lebih dari dekade.

TUJUAN
Untuk mendorong perkembangan teknologi yang berkelanjutan menuju industri Information Technology (IT) yang tersebar di seluruh dunia, serta untuk mencapai pertumbuhan dari produk IT dengan menurunkan hambatan-hambatan perdagangan yang ada guna mencapai konstribusi positif bagi pertumbuhan dan kesejahteraan ekonomi global.
---
Catatan: Ingat dengan adanya konvergensi, maka beberapa sektor di sektor IT, Telekom, Media, konsumer elektronik sudah convergency.
---
Siapa saja penandatangan pertama atau disebut contracting party ?
JUMLAH  ANGGOTA ITA
Negara yang ikut berpartisipasi dalam ITA s/d tahun 2010 telah mencapai 73 negara yang mempresentasikan sekitar 90% perdagangan dunia di produk IT

NEGARA  PENANDATANGAN  PADA TAHUN 1996
13 Negara anggota (original members) yaitu :
Australia; Norway; Canada; Taiwan; EU; Penghu, Kinmen and Matsu; Hong Kong; Singapore; Iceland; Switzerland; Indonesia; Turkey; Japan; US; dan Korea
----
Tiga Slide dibawah ini adalah benchmarking bagaimana pengaruh ITA sebelum dan sesudah dilakukan ITA.
Benchmarking Developed Economies - 6 countries
Juga bagaimana dengan produk agriculture dari negara-negara ini mengingat ITA adalah bagian dari WTO jadi analisa bukan hanya produk ITA tapi juga produk agriculture yang sangat sensitif dalam perlindungan WTO. WTO KTM di Cancun 2003 dimana kebetulan kami ikut deadlock karena masalah agriculture antara negara maju dan berkembang






Benchmarking Developing economies incl. Indonesia
Coba perhatikan posisi Indonesia dengan negara berkembang lainnya seperti China pada posisi awal ITA dan juga dari sisi agriculture productsnya. Slide dibawah ini benchmarking negara lainnya dan diantaranya  tetangga Indonesia.
negara lainnya diantaranya tetangga RI




























Dua slide dibawah ini membandingkan situasi pada tahun 2005 dimana Indonesia masih tampak pada radar analyst WTO sebagai salah satu dari negara import ekspor volume terbesar.
Indonesia masih tampak di 2005
   Namun kemudian menghilang pada laporan 2006-2010 ? Apakah ini artinya ITA tahap 1 gagal memajukan industri dan ekonomi Indonesia ?  Atau kebijakan negara kita yang tidak kompetitif dan tidak bersaing dengan negara negara di slide dibawah ini..sehingga posisi Indonesia tenggelam dan menghilang pada slide kedua dibawah ini








Posisi RI hilang dari radar 2006-2010 Why?

Menyedihkan ketika posisi Indonesia hilang dari radar top ten leading importer dan exporter of IT products ?
What 's wrong with our industry and policy ?











ITA product grouping:(1)IT, (2) Telecom dst...

Slide disebelah kiri ini menunjukkan bagaimana grouping dari produk ITA menjadi 7 group. Group 1 Computer, Group 2 Telecom dst...
Namun dengan convergency teknologi IT, Telekom, Media, Consumer Electronics maka batas antara satu group dengan group lainnya semakin tidak jelas. Contoh product Fablet atau Smart phone atau Tablet ? Product ini di produksi oleh industri IT juga industri Telekom dan industri consumer electronics ?



Import RI yg semakin konsumtif dan besar

Jika ekspor semakin meningkat maka Indonesia semakin kompetitif dan industri IT nya semakin prosper.
Namun sayangnya yang meningkat pesat adalah Import. Contoh untuk product computer pada tahun 1996-2010 import meningkat 20% namun dari 2005-2010 meningkatnya semakin dasyat dan mengkhawatirkan dan dapat menyebabkan defisit perdagangan.
Ini yang mengkhawatirkan kita semua di industri IT.



Betapa liberalnya RI dan perbandingan GDP per capita
Slide ini menunjukkan betapa liberalnya Indonesia dibandingkan negara seperti Korea, Brazil, India dan China yang pertumbuhan industrinya jauh lebih tinggi daripada Indonesia namun tidak seliberal Indonesia. Sedangkan negara maju memang liberal tapi GDP mereka jauh diatas Indonesia. Artinya kita sangat terbuka dan tarif kita sangat rendah dan kita buka bukaan dikegiatan impor ekspor, padahal industrinya lemah dan yang di ekspor majoritas raw material dan dapat dilihat di slide dibawah ini.
trade balance, defisit atau  surplus kah ?

Trade balance defisit untuk capital good dan consumer goods artinya industri kita sangat lemah. Sedangkan yang trade balance untuk raw material yang tidak ada value addednya malah tinggi...artinya kita hanya bisa berdagang dan menjual barang mentah tanpa bisa membangun industri dan value added.
Sebetulnya cukup memprihatinkan kondisi seperti ini.





diskusi diskusi antara perunding negara negara maju yang membuat isu yang mendorong perunding kita di Geneva untuk membuka pasar Indonesia.
Diminta agar teman teman di industri telematika agar memberikan masukan segera kepada Kementerian Perindustrian agar diteruskan kepada perunding kita di Geneva.
Kenapa ?
November 2013 ini kita akan menjadi tuan rumah KTM (Pertemuan tingkat menteri) ke IX di Bali dan tentu Indonesia diharapkan akan leading sebagai Tuan Rumah ?
Ini adalah isu yang diangkat perunding AS
    Sanggupkah kita menjadi tuan rumah yang baik jika di dalam negeri industri kita masih sangat lemah dan tidak bersaing. Semoga kita tidak jadi pasar dari negara negara industri maju maupun yang emerging ?

Bagaimana permintaan dari perunding AS mengenai posisi ITA kita di Indonesia.





product category yg diangkat oleh negara maju ?




















Jika ada yang menginginkan file presentasi yang lebih lengkap, silahkan isi komentar dibawah ini dengan alamat email anda agar dapat dikirim.
Semoga bermanfaat dan industri kita dapat berkembang dengan baik dimasa mendatang. salam, rudi rusdiah  apw/ mastel/ apkomindo yayasan.
----
Sumber Informasi: Presentasi Dirjen Kerjasama Industri Internasional tanggal 16 January 2013 Lt 2, di Kementerian Perindustrian, Jl Gatot Subroto
---
Diskusi sekitar FoxConn dan kaitannya dengan ITA.

Kemarin setelah rapat ITA,  Pak Dirjen Kerjasama Industri Internasional bersama pak Hidayat MenPerindustripan bertemu dengan beberapa wakil dari kedutaan.
    Salah satu topik yang dibicarakan tentu FoxConn karena perusahaan ini adalah perusahaan Taiwan terbesar didunia untuk industri OEM/ODM perakitan tablet, ponsel kelas dunia yg akan berinvestasi di Indonesia.
Sebagai informasi perundingan ITA adalah membicarakan masalah tarif produk impor salah satunya tentu impor gadget, tablet smartphone, fablet yang kini banjir di Indonesia dari ekspor anggota penandatangan ITA seperti Taiwan, AS, China, Korea, Jepang dll...
Jadi ITA adalah instrumen plurilateral WTO yang multilateral untuk detailnya mengenai strategi kita dan bagaimana investasi Foxconn di Brazil dll... (lihat peta dunia investasi sumber dari: Financial Times Friday January 4 2013, Osaka Jepang).
Foxconn global investment - Financial Times Jan 4, 2013

Ada baiknya perusahaan seperti PT Telkom, Indosat, terutama supplier, perwakilan MNC  gadgetnya di Indonesia dan aksesories seperti mdem yg menjadi bagian dari objek perundingan ITA extension dll memperhatikan perundingan ITA ini agar para perunding kita dapat meg mbuat kebijakan yang bottom up menguntungkan industri kita dan yang penting, yang harus untung adalah  Kepentingan Nasional.
    Dilema antara impor ponsel, smartphone, tablet yang membludak, defisit perdagangan, memberi harga murah dan pilihan pada konsumen, kepentingan industri dalam negeri dan tekanan dari negara industri besar, investasi FDI MNC ditanah air  pada perundingan seperti ITA ini. Banyak kepentingan namun akhirnya yang penting adalah Kepentingan Nasional yang lebih besar... Apakah itu ? tergantung dari agregate masukan para pengusaha di lapangan dan dimilis ini.


====================
Diskusi dimilis:
Setyanto P Santoso <SPS908@indosat.net.id>  wrote:
Pak RR, terimakasih. Silahkan diatur pertemuan di Mastel utk mendiskusikan masalah ini.
Sps

----
[rr] baik pak SPS, mohon tim di sekretariat membuat jadwalnya

 .. sepertinya satu dua minggu ini kita akan tersita oleh case Indosat, sedangkan masukan dibutuhkan dalam waktu singkat. Jadi sambil menunggu waktu bertemu, kita juga mengharapkan diskusi dan masukan di milis Mastel, APW , Telematika dan Apkomindo.
    Info dan latar belakang mengenai ITA ada diblog yan kami buat dan sebetulnya kami dijanjikan oleh Kementrian Perindustrian Form untuk masukan. Jika kami peroleh form ini akan disebarkan melalui milis terkait.

Info ITA jilid 2: http://apwkomitel.blogspot.com/2013/01/ita-jilid-2-dan-industri-telematika.html

sebetulnya istilah yang digunakan bukan jilid II tapi extension dari ITA... agar kita lebih paham jika membaca laporan dari WTO.

Dalam komunikasi WTO mengenai produk yang digeluti oleh teman teman di Industri, maka yang digunakan adalah HS Number... dan memang ini yang merepotkan karena pengetahuan kita mengenai HS sangat minim dan butuh pelatihan khusus atau mengikuti pelatihan dari WTO untuk bisa membaca buku HS yang anehnya juga berubah ubah...

misalnya untuk produk yang sedang kami minta negosiasi penurunan tarif adalah produk environment, HS dari Taiwan /China adalah ...... namun di Indonesia HSnya berbeda... saya sendiri kurang mengerti kenapa sebuah konvensi HS bisa ditafsirkan berbeda angka oleh masing2 negara padahal tujuannya khan standarisasi kode di beacukainya.

Catatan: Untuk HS 8502.31.00.00 di indonesia menjadi HS 8502.31.10.00
BM 10%, agar terbebas dari BM mohon dibuatkan Form E dari negara asal (China) --à Certificate Of Origin (form E)
Untuk HS 8541.40.40.00 di indonesia menjadi HS 8541.40.22.00
BM 10% agar terbebas dari BM mohon dibuatkan Form E dari negara asal (China)--à Certificate Of Origin (form E)

Perundingan di WTO pun sendiri sejak 2003 selalu deadlock... alias buntu... namun di lapangan kebijakan terus jalan meskipun buntu dimeja perundingan ditataran Menterinya (KTM). Belum lagi WTO adalah form multilateral, sedangkan CAFTA adalah bilateral antara China dan regional (FTA) antara negara asean...  jadi membingungkan bagi yang mengikuti persidangan internasional ini sehingga muncul isu MFN (Most Favoured Nation ) dan non diskriminatif tarif antara yang disetujui di tataran regional, bilateral, multilateral dan ada lagi yg unik... plurilateral... :-)

Juga asosiasi dan industri ditanyakan apakah unt uk ITA Extension ini pilihan mana yang akan kita ambil:
1. Posisi Standstill... artinya semacam sebagai Observer
2. Posisi Partisipasi artinya memberikan masukan dari asosiasi
3. Posisi Tidak Partisipasi...(mundur dan tidak ikut) perundingan extension.

masalahnya pada posisi 3 atau 1 maka jika negara maju usulannya diterima oleh Forum... maka kita yang jadi anggota WTO dan sudah tandatangan ITA 1996 harus ikut comply.... weleh weleh... :-)

so pilihan nomor 3 jelas bukan pilihan yang baik menurut tim negosiasi kita dan dari presenter kemarin, artinya sebaiknya kita memberikan masukan kepada tim negosiator kita melalui Kementerian Perindustrian.

anyway... itulah yang terjadi dan kenyataan yang kita hadapi... cukup kompleks ...belum carut marut :-)

---

From: rrusdiah@yahoo.com
Sender: mastel-anggota@yahoogroups.com

pak setyanto ysh:
    Ada kebijakan yg harus dibuat mendesak kaitannya dengan desakan internasional terhadap industri telekomunikasi, komputer, konsumer elektronik. Ini yg selalu terjadi dibalik layar meja perundingan di WTO.
Jika kita tidak membantu pemerintah dengan masukan dari industri misalnya dari Mastel, APW dan asosiasi terkait lainnya, maka ada kemungkinan kebijakan yang diambil bisa salah... istilah pak Dirjen Top Down dipaksakan oleh tim negosiator kita, karena memang masukan Bottom Up tidak ada dan juga ketidak pedulian kita...
     Semoga ini tidak terjadi... karena tentu pengusaha biasanya selalu berusaha... yg terbaik...
catatan: kita bulan November 2013 ini menjadi tuan rumah WTO, APEC, IGF...apa lagi...?
     Siapkah industrinya ? to be or not to be... ?

Tidak ada komentar: