Kamis, 13 Desember 2012

Masukan APW ke KemenKominfo PP 82 2012

ASOSIASI PENGUSAHA WARNET


Nomor: 01/UU/APW/11/2012
Lampiran: 1 (satu) berkas.

Kepada Yth:
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen APTIKA)
Kementrian Komunikasi dan Informatika RI
Jl Medan Merdeka Barat No 9.
Jakarta 10110.
u.p: Dr. Ashwin Sasongko

Perihal: Masukan APWKomitel – Rudi Rusdiah pada acara Sosialisasi Perdana PP Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) sebagai Peraturan Pelaksana UU ITE No 11/ 2008

Dengan homat,

     Sehubungan dengan tanggapan dan komentar kami APWKomitel sebagai peserta Bimbingan Teknis dan Sosialisasi Publik Perdana PP PSTE (No 82 / 2012), yang diselenggarakan di Hotel Ritz Carlton , 26 November 2012 pada sesi tanya jawab, yang akan kami sampaikan tertulis sesuai dengan permintaan Ir Djoko Agung agar disampaikan kepada Dirjen APTIKA secara resmi.
     Sehubungan dengan itu, mohon berkas terlampir ini dapat diterima dan dipergunakan sebagaimana mestinya dan kami juga menunggu tanggapan tertulis terhadap masukan kami ini serta besar harapan kami untuk dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembuatan Peraturan Menteri (PM atau Permen).
     Terima kasih atas perhatiannya.

Jakarta 26 November 2012,

Rudi Rusdiah
Ketua

===============================================

Masukan APWKomitel/ Mastel pada acara Sosialisasi oleh APTIKA, Kemenkominfo
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 82 Tahun 2012
Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE)
26 November 2012 - Hotel Ritz Carlton


I. UMUM:
  1. Sepertinya UU ITE, PP PSTE ini terlalu lex generalis dan masih dirancang dengan konsep UU payung, sehingga isinya belum bisa dirasakan manfaatnya, fokus dan terarah, hanya saja sepertinya untuk mengejar target waktu dimana PP ini sudah terlambat dan selesai 2 tahun yg lalu (lihat pasal 54 ayat 2 UU ITE).
  2. Kalau UU ITE terlalu "lex generalis", sehingga harus didukung 9 PP, 7 PP diantaranya kalau kita benchmark dengan negara lain setara dengan hampir UU Cyberlaw (ie: ETA- Electronics Transactions Act) mereka, sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan Sistem elektronik; 2. Penyelenggaraan Agen Elektronik; 3. Penyelenggaraan Transaksi Elektronik; 4. Tandatangan Elektronik; 5. Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik; 6. Lembaga Sertifikasi Keandalan; 7. Pengelolahan Nama Domain.
Catatan: Yang menjadi janggal adalah PP mengenai Pengelolahan Nama Domain, meskipun PP baru terbit sebulan dan sekarang masih menunggu PM, tetap saja dari dulu, bahkan sebelum UU ITE lahirpun ditahun 2008, proses pendaftaran Domain ini sudah berjalan lancar, membuktikan terkadang tanpa UU, PP dan PM pun suatu proses bisa berjalan dengan baik hingga detik ini. Fenomena menarik bahwa sebetulnya tanpa UU, PP dan PM pun business as usual, tentunya cukup risky, jadi semestinya memang diperlukan.
  1. Bahkan ada PP yg belum dibuat yaitu : 1. PP Lawful Interceptions (Pasal 31 UU ITE) dan 2. Lembaga Data Strategis. Namun kabarnya PP Lawful Interceptions oleh MA di amandemen hrs dng UU. Semestinya MA sekaligus memutuskan semua tujuh PP PSTE ini juga seharusnya dialihkan menjadi UU saja, karena terlalu kompleks jika hanya dalam bentuk PP yang tentu dalam hierarchi UUnya lebih rendah.
  2. Sebagai benchmark satu buah PP semestinya setara jumlah pasalnya dengan sebuah UU misalnya ELECTRONIC TRANSACTIONS ACT ( ETA) 1999 di Australia atau di Singapura atau UNIFORM COMPUTER INFORMATION TRANSACTIONS ACT bisa di download di https://www.law.upenn.edu/library/archives/ulc/ucita/2002final.htm
Pada sebuah ETA ada 5 Sections (Bab), masing bab bisa terdiri dari 5 sampai 15 Bagian (Subsections) dan Total terdiri 2,368 (paragraph) artinya ada 2368 pasal,ayat serta penjelasan, 206 halaman, 100 bagian. Kemudian benchmark dengan satu PP kita misalnya Penyelenggara Sistem Elektronik: sekitar 200 paragrap(pasal/ayat), 13 hal, jadi PP PSE kita tidak lebih dari sekitar 5-10% dari sebuah UU di negara tetangga misalnya Singapura yg kata pak Nuh hanya negara sebesar satu kecamatan. Semoga mereka kemudian mengatakan PP PSE kita adalah UU
kelas kecamatan melihat besar dan masifnya UU dalam jumlah pasal,comments mereka.
  1. Dalam PP PSTE Paragraf “Mengingat” nya sangat minim hanya berisi UUD 1945 dan UU 11/2008, semestinya ditambah UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP 14/ 2008), UU 36 / 1999, UU Rahasia Dagang (UU 30/2000 mengenai Data Proteksi / User Privacy UU )
  2. Dalam PP PSTE ini masih harus dibuat sekitar 17 Peraturan Menteri (PM) dan 7 referensi Peraturan Perundangan yg tidak disebut dng jelas yang mana, sehingga sebetulnya PP ini belum bisa digunakan dan dimanfaatkan dengan baik, karena setiap Sub PP misalnya PP Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PP PSE) akan terbentur dengan 6 PM yang masih harus dibuat, sehingga mau mendaftar saja pasal 5 (ayat 1) terbentur PM (pasal 5 ayat 5) yg masih berbentuk RPM (Rancangan Peraturan Menteri). Kalau UU ITE, PP nya hrs selesai 2 tahun, tapi baru bulan lalu selesai, artinya 4 tahun lebih, maka pertanyaannya kemudian, berapa lama kita hrs menunggu 6 PM utk PP PSE dan 17 PM PP PSTE, karena kini tidak ada deadline ?

II. Khusus utk PP Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PP PSE)

1. Dari Definisi diBab 1 Pasal 1 Ayat 1 dijelaskan bahwa Sistem Elektronik (SE), artinya termasuk semua sistem di Warnet, Wartel, ISP, ASP, Telco, OTT (Google, FB), BBM, ATM, PABX, Stasion TV, Perusahaan Telkom, Wireless Operator termasuk VSAT dll.
2. Bab I Ayat 4: Artinya Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) termasuk penyelenggara Warnet, Wartel, ISP, ASP, Telco, OTT (Google, FB), BBM, ATM, PABX, Station TV, Radio digital (Media Elektronik), Telkom, Operator Wireless termasuk VSAT dll.
3. Pasal 3 (2) dibagi publik dan nonpublik artinya diatas semuanya publik
4. Pasal 5 (1) PSE Publik wajib mendaftar; Pasal 5 (3) Kewajiban daftar sebelum Sistem Elektronik mulai digunakan utk publik
5. Pasal 84 ayat 2 ,sangsi admin, penghentian sementara dan atau dikeluarkan dari daftar.
6. Pasal 5 (4) Pendaftarn diajukan kepada Menteri
7. Pasal 5 (5) diatur dalam PM (yg belum ada... artinya bagaimana mau mendaftar. ?)
8. Ketentuan Peralihan: Pasal 86 (1) Pada saat PP berlaku sejak diundangkan 15 Oktober 2012 bunyinya:
“PSE utk publik yg telah beroperasi sebelum berlakunya PP wajib mendaftarkan diri kepada Menteri dalam jangka waktu paling lama 1(satu) tahun sejak berlakunya PP ini. Apakah iya cukup waktu dengan tidak jelasnya kapan RPM nya jadi PM untuk mendukung Pendaftaran ke Menteri.
9. Pasal 86 (2) sangsi jika tidak mendatar, adalah denda administratif utk setiap tahun keterlambatannya. Tdk jelas dendanya apa ?

III. Kesimpulan:
  1. Sepertinya PP ini dibuat terburu buru karena sudah terlambat dua tahun lebih, sehingga isi pasalnya banyak yang tidak jelas, kontradiksi, tidak realistis dan tidak bisa di ikuti oleh masyarakat telematika dan industri telematika sesuai dengan target waktu yang ada.
  2. Sepertinya PP ini dibuat secara esklusif, sehingga masyarakat tidak dapat memberikan masukan pada saat FDG (Focus Discussion Group) atau RFC atau Dengar pendapat saat RPP , akhirnya dalam acara sosialisasi PP ini masukan kami menjadi kritik, bukan lagi masukan.
  3. Dimasa depan paradigma pembuatan RPP, RUU, Draft akademis RPM semestinya sifatnya inklusif (,masyarakat, asosiasi, akademisi sebagai subject dan partisipatif, bukan objek dari produk UU/PP) serta open kepada publik, karena iklim pemerintah kita sekarang adalah demokrasi dan berdasarkan UUD 1945.

Ini adalah masukan kami hanya melihat PP PSTE dari sisi umum /general dan khusus hanya utk PP PSE terlebih dulu. Semoga bermanfaat dan dapat dipergunakan sebagai mana mestinya, serta kami menunggu tanggapan resmi dari Kementerian Kominfo.

Januari 10, 2013 kami mendapatkan tanggapan atas surat APW diatas ini, untuk membaca klik:
tech.groups.yahoo.com/group/APWKomitel/files/UUnPP/
====
Diskusi di Facebook mengenai PP 82 2012 dan sensorship Media di Singapura:
----
Rudi Rusdiah
bukan cuma di Cina di sensor. Singapura juga regulasi konten seperti Yahoo, krn Yahoo sangat populer di rakyat singapura...jadi harus punya lisensi lokal dan uang jaminan lokal (performance bond)... gimana PP 82 /2012 ?
  • Rudi Rusdiah data center hrs lokal... banyak yang happy khan
  • Yl Bambang Sumaryo Hadi Itu mutlak. Kami lagi mau bangun data centre lokal buat Moha
  • Tutut Dwitoto namanya aturan khan bisa di akali tho? atau di langgar
  • Rudi Rusdiah saya juga setuju Yl Bambang Sumaryo Hadi... bagaimana dengan yang content dan OTT bukan oot... mungkin kaga suka ... gimana @arif api

  • Rudi Rusdiah Tutut Dwitoto aturan yg formal dan legal memang bisa di akali biasanya oleh yang informal dan undertabiel...yg ini sama sama happy... ini yg bikin distorsi Utomo Njoto Arif Api
    ada yg suka invisible hand powerfull...
  • Tutut Dwitoto soalnya bisa di kemas dgn nama partnership...dgn telco atau isp yg gede gede.. udah deh nggak perlu lisensi lokal...enak jamanku tho ?
  • Rudi Rusdiah Tutut Dwitoto yah kita lihat aturan turunannya... siapa tahu mengatur persentasi ownership lokal dan domisili pemegang saham ha3x ... tunggu KepMen nya pak...belum keluar
  • Rudi Rusdiah Tutut Dwitoto.. udu enak jaman ku tho... tapi nek jaman ku ora mudeng karo internet ..iso isone ngulingke aku ha3x
  • Tutut Dwitoto nanti aturan di akali..berijin lokal..bikin pt..terus colo satu router atau satu switch di lokal data center.. di extend linknya ke singapore.. perlu 1 rack doang..kekeke
  • Rudi Rusdiah ntar waktu inspeksi gimana utk dapatkan ijin prinsip Tutut Dwitoto ha3x
  • Tutut Dwitoto wooo ndak masalah tho pak...ada caranya...kasih tahu enggak ya ? kekek

  • Tutut Dwitoto hidup komisi penerima komisi...
  • Arif Api bisa enggak, lisensi lokal buat OOT eh OTT diterapkan di Indon pak Rudi Rusdiah dan pak Yl Bambang Sumaryo Hadi ?
  • Noor Iza Siip pak .... Kasih masukan pak ...
  • Rudi Rusdiah Arif Api Yl Bambang Sumaryo Hadi Wisja Sikumbang Kalau melihat PP 82 tahun 2012 bukannya memang sudah mengarahnya kesitu juga (ijin menteri) bahkan untuk penylenegara transaksi dan sistem elektronik khan diranah publik disektor migas, kesehatan dst...baca saja PP nya ...namun mesti lihat Peraturan Menteri untuk pelaksanaanya bagaimana ... belum tahu... mesti tanya Noor Iza
  • Noor Iza siiip betul pak ...
  • Rudi Rusdiah Tadi saya bertemu dengan ahli cryptography dari AS dari perusahaan StrongAuth Arshad Noor bersama beberapa rekan dari Commerce US Embassy mendengarkan presentasi smart card, PKI, masalah pembobolan bank di AS baru baru ini... menarik.
    Buat beliau yg
    juga menarik adalah PP 82 2012 yang sebentar lagi akan di implementasi... entah bagaimana tanggapan perusahaan PKI (publik key infrastruktur), digital signature, authentication dan data security provider utk cloud dan data center akan comply dengan peraturan kita ?
    Saya juga tidak bisa banyak menyelaskan kecuali yg ada di PP karena masih menunggu banyak RPM (Peraturan menteri)... sehingga memang belum memberikan kepastian hukum terlepas kami sudah mendengar bebrapa kali sosialisasi dari rekan pak Djoko Agung Eddy Satriya Eddy Thoyib , pak Edmon Makarim Edmond dkk Noor Iza Hillman M Sulaiman Utomo Njoto
  • Hillman M Sulaiman PP 82 mustinya utk diterapkan eGovernment dulu sebelum eCommerce ,.nah ntar eGOI jadi bestpractice nya di Indonesia.
  • Rudi Rusdiah Hillman M Sulaiman kalau lihat PP 82 difokuskan pada perusahaan yg menyelenggarakan pelayanan publik (pasal 5 ayat 1) yg wajib daftar ke Menteri, jika bukan pelayanan publik tidak wajib hanya diminta daftar...
    Sedangkan sektornya difokuskan pada sektor
    kesehatan, perbankan, keuangan, transportasi, perdagangan, telekom dan enerji ( pasal 11 (penjelasan) jadi cukup luas sekali dan ecommerce masuk kedalam sektor perdagangan.... so be ready... by October 2013


2 komentar:

Unknown mengatakan...

FYI: Surat resmi masukan ini dilayangkan ke Kominfo segera setelah pertemuan di Ritz Carlton kepada pak Dirjen Dr Aswin Sasongko dan timnya (pak Djoko Agung, pak Azhar Hasyim) namun belum mendapatkan jawaban.
Jika ada tanggapan resmi dari Kominfo akan diposting di Blog (softcopy) atau FB jika hardcopy.

Unknown mengatakan...

Surat ini sudah ditanggapi oleh Kominfo per Jan 10, 2013, klik:
tech.groups.yahoo.com/group/APWKomitel/files/UUnPP/